Thursday, January 5, 2017

6 MANFAAT MENGIKUTI PPAN

1.       Mendapatkan teman baru ketika mengikuti kompetisi
Aku ingat seorang kakak (Kak Ruz namanya) pernah nitip satu pesan ketika aku memutuskan untuk mengikuti seleksi PPAN 2013. Si kakak bilang “……make friends”. And yes I did. Kompetisi PPAN terasa sangat nikmat ketika kognitif diajak bekerjasama untuk “belajar bersama”. Dalam kata lain, kompetisi adalah sebuah ajang pengalaman, lahan belajar dan ladang memperluas silaturrahim. Karena PPAN, aku mendapat temen baru yang sekarang notabene nya sudah menjadi temen karib. Temen yang pada saat itu aku enggak terpikirkan akan menjadi temen diskusi, tempat bertanya, dan berbagi informasi. Beberapa diantaranya ada Mutia Elviani (I do not know how to describe her because she is too much for me dan doi sudah menaklukkan AAS dan akan segera sekolah ke negeri Kangguru tersebut), Liza Yulianti (Jenesys  for disaster batch and AAS awardee yang lagi kuliah di salah satu Universitas ternama di Melbourne), Nurhasanah (akrab disapa Inun, Jenesys for disaster batch bareng dengan Liza), dan lain lain. FYI, tiga-tiga nya single loh. Lol. You know what I mean.

2.       Beberapa soft skills meningkat atau bahkan bertambah
Pada umumnya, setiap program didalam PPAN memiliki beberapa aktivitas yang bersinggungan dengan people to people contact seperti courtesy call, homestay, workplacement (internship), cultural performance, community development, dan lain lain. Baik secara langsung  maupun tidak langsung, kemampuan dalam hal persuasive, leadership, programme management, negotiate, public speaking, social interaction, etc akan terasah dan hal tersebut akan membantu kita dalam pencapaian kedepan. Termasuk English skills seperti speaking and listening skills. Jadi jangan hanya terfokus pada peningkatan kemampuan bahasa inggris saja, kemampuan lainnya dapat dipertajam seiring berjalannya program.

3.       Saudara yang terbentang dari ujung Barat sampai ujung Timur Indonesia



Setiap program memiliki delegasi muda dari berbagai provinsi di Indonesia. It means kamu secara otomatis akan tergabung kedalam keluarga besar ini sepanjang kamu bisa me-maintain hubungan ini dengan baik. Bayangkan, kalau kamu pengen ke Sulawesi, kamu udah punya tempat untuk tinggal plus free local tour guide  (haha) atau ke pulau lain termasuk Papua sekalipun!

Kamu bisa juga memiliki ragam diskusi dari berbagai perspektif dan itu sangat precious. Aku inget banget suatu momen setelah program berakhir dan kita kembali ke provinsi masing-masing, aku mengalami sebuah masa yang “kelam” dan akhirnya aku memutuskan untuk share masalah ini ke Gegek Ita (Balinese). Dengan perspektif nya yang berbeda dan diluar kotak, aku bisa keluar dari jeratan “kelam” tersebut. Sebuah perspektif yang engga pernah terpikirkan olehku sebelumnya. (Thanks a lot Geeeek, me love ya).

Atau bisa berdiskusi dalam hal penggagasan ide kegiatan sosial, dan lain-lain. Banyak hal yang bisa dilakukan. Kita bisa saling menginspirasi satu sama lain. I could not be more grateful having you guys in my life!


4.       (Juga) Saudara yang terbentang dari Benua Australia



Selain memiliki delegasi dari Indonesia, kita juga memiliki saudara dari Negara pertukaran yang bersangkutan. Dalam hal ini, aku mendapatkan saudara dari Australia karena aku mengikuti Pertukaran Pemuda Indonesia Australia atau dalam bahasa inggris nya dikenal sebagai AIYEP (Australia Indonesia Youth Exchange Program). Masih ada 6 program lainnya yaitu SSEAYP (SouthEast Asia and Japan), IKYEP (South Korea), IMYEP (Malaysia), ASVI (India), ICYEP (Canada), dan CHIYEP (China).

Disetiap program ada yang namanya counterpart. Counterpart adalah temen yang dipasangkan satu dari Indonesia dan satu dari Australia. Di Fase Indonesia, kita akan selalu bersama. Counterpart akan menjadi temen tidur, temen makan, temen ngobrol aka curhat, temen beradu argumen, temen get lost bareng, temen sekaligus sodara, temen berkegiatan, ah komplit lah pokoknya. Nah, counterpart ku itu namanya Alexandra Haydock. Doi dari Melbourne, cantik banget, pinter pulak. Aku suka manggil doi princess, sunshine, atau Alex. Sedangkan doi punya panggilan kesayangan buat aku, haha “kasihku”. Mesra banget kan kita berdua. Kwkwkw. Alex pernah ngunjungin aku ke Aceh Desember 2015 yang lalu sampe awal Januari 2016. Dan kabar terbahagia nya adalah, Alex lulus study exchange program dan bakal kuliah di London bulan September tahun ini. Alhamdulillah! Yaiyy! She is so smart and I am a super proud sister! Selamat, sunshine!

Dan selain counterpart (temen yang paling deket), ada 17 temen Aussie lainnya yang engga kalah seru dan menginspirasi. Mereka jago di bidang nya masing-masing, dan bisa menjadi tempat koneksi terbaik. And you will feel that Aussie is like your home because they are there.



5.       Keluarga Angkat yang ngangenin
Ini salah satu the greatest part didalam AIYEP. Kamu akan mendapat keluarga angkat selama kamu tinggal di Aussie dan Indonesia. Pengalaman tentang keluarga angkat bisa dibaca di  “Silaturrrahim from Australia to the United Kingdom”

6.       Koneksi yang meluas
Seluruh aktifitas selama di program provide the good networking. Even the program has ended (for me, it has been three years and still counting on), the human relationship still go on and we stay in touch until now.

 Dan masih banyak manfaat-manfaat lainnya yang bisa didapetin di PPAN, jadi pastikan kamu mendaftar untuk seleksi PPAN 2017 di provinsi masing-masing. I send you tons of luck!



Nurul Husna Salahuddin
AIYEP 2013-2014

Silaturrrahim from Australia to The United Kingdom

Salah satu hadiah terbaik yang aku bawa pulang ketika AIYEP berakhir adalah keluarga angkat. Nah, Cerita kali ini akan aku fokus kan ke satu keluarga angkat yang aku temui ketika aku mengikuti AIYEP tahun 2013 yang lalu. Mereka adalah Reid Family.

1.       Awal Pertemuan
Mari kita berkenalan dengan para tokoh utama terlebih dahulu. Reid Family terdiri dari:
a.       Chris (Ayah angkat). Chris berasal dari Inggris tapi sudah menjadi kewarganegaraan Australia dan bekerja di Australian Museum in Sydney sebagai experts and researcher, juga merangkap sebagai dosen di salah satu Universitas di Australia. Chris tipikal ayah yang protektif dan penyayang. Oh I miss him so bad. I will talk about him later.
b.      Evi (Ibu angkat). I called her Ibu Evi. She is Indonesian, Lampung tepatnya. Ketika masih di Indonesia, Ibu Evi mengajar di Universitas Indonesia. But not anymore. She concerns about sociology, feminism, and social community. Dan beliau menyelesaikan gelar master dan doctor di Australia dan berkeluarga disana.
c.       Ewan (Baca: Yiwen. Adik angkat). I called him “big brother”. Haha. He is much younger than me. Tapi karena tinggi badan kita sama (padahal dia masih SMP waktu itu), akhirnya dia ikhlas dan pasrah aku panggil big brother. Bareng dia, aku merasa stupid. Dia tipikal anak yang malas belajar (kata emak babe nya) tapi pinter. Sebel banget engga sih, kebalik abis sama aku yang harus usaha keras belajar supaya jadi tahu. Huft. Anyway, I am a super proud sister. Haha.




Reid family offers the warm relationship when I was in Sydney for the first time. I lived with them and shared many things including interest, culture, language, etc.
Suatu hari, aku pernah pake baju kaos tebel warna biru soft yang tulisannya “Cambridge, United Kingdom”. Muncullah percakapan diantara kita berdua waktu itu.

Chris      : Nurul, have you been to the UK before?
Me         : Nope, why?
Chris      : Did your friend give the jumper for you from the UK?
Me         : Nope. I bought it in Aceh. Why?
Chris      : Because I am from the UK. Scotland. My Mum lives there. Your jumper reminds me of my hometown (Smiling)
Me         : oh you are from Scotland.
Chris      : Let me show you the album of my family.

Jadi hari itu kita ended up ngeliatin album foto keluarganya yang di Scotland dan aku amaze banget dengan pemandangan yang disuguhkan. Gila. Bagus banget! Yang aku inget waktu itu aku cuma “pengen” kesana tapi enggak tahu kapan dan bagaimana. Intinya Cuma “pengen aja”. Dan akhirnya aku tahu bahwa si ayah angkat ku ini aslinya orang Inggris yang udah jadi kewarganegaraan Australia. Begitu juga dengan ibu angkatku. Asli Indonesia tapi udah kewarganegaraan Australia (waktu itu belum permanen sih, tapi aku engga tau yang sekarang gimana).

2.       Stay in touch
Nah, setelah program berakhir, kita masih keep in touch. Kirim-kiriman foto terutama foto my big brother yang kali ini bener-bener udah big and tall, plus handsome. LOL. He is growing up before my eyes. Dan aku ngirimin balik foto foto pas aku wisuda dan occasion lainnya.

Ketika aku memutuskan untuk melamar beasiswa dan Alhamdulillah keterima, mereka luar biasa bahagia nya, terlebih ketika mereka tahu bahwa aku lulus beasiswa Chevening. British Government Scholarship. Dan ucapan selamat dari Chris waktu itu bikin aku netes. Lebih kurang Chris bilangnya gini “beasiswa ini sangat kompetitif Nurul dan sangat prestisius. Kamu sudah berhasil melewatinya berarti kamu sudah berusaha sangat keras. Well done and you deserved

To be honest apa yang Chris bilang itu mampu merangkum semua pahit yang aku alami, ups and downs selama setahun, berwara wiri kesana kemari dengan penuh tanda tanya dan ketidakpastian, dan akhirnya Chevening seolah menjadi hadiah dari semua usaha keras yang aku jalani. Bak oase di padang pasir. Kepasrahan dan tawadhu kepada sang Pencipta. Netes. Oke, abaikan. Intinya gitu. Haha.

Kemudian, Chris nanya aku bakal sekolah dimana. Aku bilang aku masih milih antara dua, either di London or di Manchester. Besoknya, dia nge-email aku tentang beberapa konsiderasi diantara kedua pilihan tersebut yang pada akhirnya Chris merekomendasikan untuk lanjut sekolah di London. Termasuk karena faktor keamanan dan kenyamanan. Dan sebelum merekomendasikan, Chris udah melakukan berbagai research. And I was like “moved”. Chris juga bilang kalau adik nya adalah dosen Arkeologi di University of College London (UCL) dan tinggal di London. So I am able to meet his brother there. I feel like I have already had family in the UK before going there.

The last thing He told me that (at that time) that he has Mum living in Scotland. And I said I would like to visit her. Now, here I am. Somewhere in Scotland. Eventually, aku bisa ngerasain secara langsung apa yang aku lihat di album keluarga nya Chris pas aku di Aussie dulu. Allah maha Hebat! Enggak nyangka bahwa selintas kata akan menjadi sebuah kenyataan.

3.       From Australia to the UK
Aku bergerak dari London ke Dumfries (part of Scotland) by the train. Aku disuguhkan pemandangan yang ……… KEREN ABIS…….. sepanjang perjalanan. Padahal malemnya aku cuma tidur 4 jam dan berencana untuk tidur di train. Tapi apa daya, pemandangan dari jendela kaca menyihir mata aku to stay awake. Begitu nyampe di stasiun tujuan, akhirnya aku bertemu dengan Nenek Jean. Ibu nya Chris. I called her Jean. Itu kali pertama aku bertemu dengan Jean. Jean kelihatan sudah sangat tua tapi masih bisa mengendarai mobil. Lidahku tu udah gatel banget mau nanya usia nya berapa. Tapi tahan, tetep aku tahan. Haha.

Personally, I love Jean so much. She treats me very well and she is so kind. Even in the second day, kita udah ngobrol banyak hal. Termasuk, ternyata Jean adalah salah satu saksi Perang dunia kedua. Oh God. Ada sudut pandang kesedihan di mata Jean pas ngomongin masalah perang, gimana dia harus mengungsi ke satu tempat ke tempat lainnya dan itu berefek kepada keseluruhan hidupnya. Dan aku akhirnya angkat bicara sedikit tentang konflik Aceh dengan tujuan adalah untuk menyampaikan pesan bahwa even kita beda generasi, different culture-language-faith tapi we have something in common, and I could understand you because I have been on that similar situation. Percakapan cukup serius untuk diobrolkan di depan meja makan. Tapi bonding kita makin terasa.

Kita berdua juga sempet videocall dengan Chris, Ibu Evi dan Ewan di Aussie sana untuk ngasih kabar kalau aku udah di kampung halamannya Chris dan bertemu dengan Jean. I took a wefie while we were having videocall. It was so nice having family here. 




In summary, AIYEP merupakan harta berbentuk pengalaman yang tak ternilai untukku. AIYEP menjadi jembatan untuk memperluas keluarga dan mengkoneksikannya satu sama lain. Dan Chevening menjadi jembatan bersambut untuk menjadikan semua koneksi ini menjadi satu dan nyata.
Dan pada akhirnya hatiku dibuat menangis dan bahagia oleh sang maha pencipta. Dia meng-kun fayakun-kan jalan yang terbaik untukku because He knows the best. Alhamdulillah!

Allah ku, Terimakasih. Nikmat ini semoga tidak membutakan mata dan hati. Malah sebaliknya, semakin mendekatkan kepada sang Maha Pengasih.